1. Teori
Konflik berasal dari kata kerja Latin
configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan
sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok)
dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan
ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan
tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan,
adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam
setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami
konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya
akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Etika bisnis menyangkut moral, kontak
sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan
secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak
bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan
pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat,
maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral. Intinya adalah bagaimana kita
mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan
cara peka dan toleransi. Dengan kata lain, etika bisnis ada untuk mengontrol
bisnis agar tidak tamak.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika
ada aturan dan sanksi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan
akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya.
Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sanksi untuk memberi
pelajaran kepada yang bersangkutan. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok
etika bisnis. Pertama, etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai
prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan
etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau
para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik dan etis.
2. Kasus/Artikel
Ketika
produk mie instan bernama Indomie pertama sekali diproduksi dan lalu dijual di
berbagai pasar dan toko kelontong,
penulis sering mengkonsumsinya di campur telur ayam. Hampir setiap hari,
terutama untuk sarapan (pagi) yang dimakan bersama nasi putih. Mulai dari rasa
kari ayam, ayam bawang, soto medan dan sebagainya.
Dan
tidak pernah goyah, meski pernah beberapa orang rekan menasehati bahwa di
samping mie-nya sendiri yang mengandung zat kimia (pengawet) bumbunya juga ( katanya), terindikasi mengandung
zat beracun yang cepat atau lambat dapat merusak sel-sel sensitif di dalam
tubuh manusia. Bahkan, katanya, bisa
berakhir dengan kematian !.
Sama
halnya dengan ketika isu produk ajinomoto, yang katanya jika terlampau banyak
dikonsumsi, terutama pada masakan sayur-sayuran, akan ”berbahaya” bagi kesehatan manusia.
Ketika diisukan bahwa Indomie juga mengandung zat berbahaya bagi
kesehatan, secara spontan dan berseloroh
penulis berkata : ”Jangankan makan indomie, minum air putih saja atau aqua ,
jika terlalu banyak diminum bisa
menimbulkan kematian. Karena perut kita akan kembung dan lalu meledak !”.
Buktinya,
sampai tulisan ini dimuat harian ini, Puji Tuhan atau Syukur Alhamdulilah,
bukan sesumbar, dan mudah-mudahan masih sehat walafiat, penulis tidak/belum pernah merasakan kelainan seusai mengkonsumsi
Indomie.
Hanya
saja , memang di dalam praktik, jika penulis sendiri yang memasak indomienya,
biasanya (mungkin karena faktor psikologis ) mie-nya oleh penulis direbus terlebih dahulu minimal
dua kali. Tapi jika dibeli di rumah makan atau di warung-warung, tentu kalau
kita minta untuk direbus dua kali, kita bisa kena damprat pemilik warung , seraya (mungkin)
berkata : ”Yah masak sendiri sajalah bang/mas, atau tidak
usah belilah, dan ejekan lainnya.
3. Analisis
Secara teoritis Konflik berasal dari
kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa
juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Kemudian etika bisnis menyangkut moral,
kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika
aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah
tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur
dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan
masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
Dari kasus diatas maka terlihat jelas
bahwa hanya karena kasus indomie, bisa menimbulkan konflik orang ke orang,
orang ke organisasi, dan organisasi ke organisasi.
Orang ke orang adalah seperti yang saya
contohkan diatas yaitu mie-nya oleh penulis direbus terlebih dahulu minimal
dua kali. Tapi jika dibeli di rumah makan atau di warung-warung, tentu kalau
kita minta untuk direbus dua kali, kita bisa kena damprat pemilik warung , seraya (mungkin)
berkata : ”Yah masak sendiri sajalah bang/mas, atau tidak
usah belilah, dan ejekan lainnya.
Kemudian
jika orang ke organisasi yaitu dengan adanya komplaint oleh konsumen ke
organisasi akibat dari kelakuan perusahaan, nah konflik antar organisasi sendiri
itu terjadi antara perusahaan indomie dengan BPOM, badan yang mengawasi obat
dan makanan di Indonesia.
Secara
etika jelas itu suatu kebohongan publik dan suatu kecurangan, suatu tindakan
yang dilarang oleh etika dan tidak diperbolehkan.
4. Referensi
http://marlinanovita.blogspot.com/2011/10/kasus-konflik-antara-produsen-dan.html
http://emilyaputri.blogspot.com/2013/11/konflik-etika.html