Kamis, 07 November 2013

Pelanggaran Etika Bisnis


1.    Teori

Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral. Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Dengan kata lain, etika bisnis ada untuk mengontrol bisnis agar tidak tamak.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral. Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sanksi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sanksi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis. Pertama, etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik dan etis.
Kedua, menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan masyarakatluas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktik bisnis siapapun juga. Pada tingkat ini, etika bisnis berfungsi menggugah masyarakat bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat tersebut.
Ketiga, etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat makro atau lebih tepat disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro semacam ini, etika bisnis bicara soal monopoli, oligopoli, kolusi, dan praktik semacamnya yang akan sangat mempengaruhi, tidak saja sehat tidaknya suatu ekonomi, melainkan juga baik tidaknya praktik bisnis dalam sebuah negara.

2.    Kasus/Artikel

GABUNGAN organisasi di Riau, meminta pengusutan kembali kasus 14 perusahaan hutan tanaman industri (HTI) di Riau yang menyeret keterlibatan pejabat di daerah ini dalam perkara korupsi. Jika kasus ini dibuka, diperkirakan bisa menyelamatkan hutan Riau sekitar 60 ribu hektare (ha).
Organisasi yang mendesak pengusutan kembali ini terdiri dari Jikalahari, Greenpeace,  Aliansi Jurnalis Independen Pekanbaru dan Riau Corruption Trial.
Fakta persidangan kasus korupsi kehutanan dalam sidang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam lima tahun terakhir memperkuat dugaan bagaimana tindakan korupsi oleh perusahaan bersama pejabat pemerintah daerah. Semua itu untuk meloloskan berbagai perizinan bisnis dan berakhir menghancurkan hutan penting Riau.
Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari mengatakan,  KPK harus segera mengarahkan penyidikan dan pengungkapan kasus korupsi pada 14 perusahaan pemasok kayu untuk PT RAPP dan PT APP. Kepolisian Riau telah menghentikan penyelidikan kasus-kasus ini.
“Pengungkapan unsur korupsi dalam proses mengeluarkan izin sejumlah pejabat di Riau pintu masuk mengusut keterlibatan perusahaan. Fakta sidang memperkuat dugaan keterlibatan itu,” katanya, Kamis(28/6/12).
Dalam fakta sidang terungkap kerugian negara dari dugaan korupsi kehutanan di Riau mencapai lebih Rp2 triliun dengan perhitungan nilai kayu hilang Rp73 triliun dan kerusakan lingkungan Rp1.994 triliun.
Putusan hakim untuk kasus korupsi kehutanan di Pelalawan dan Siak,  jelas menunjukkan dugaan perusahaan yang memiliki inisiatif pertama memberikan sejumlah uang kepada pejabat itu. Antara lain, Azmun Jaafar, Arwin As, Asral Rahman dan Suhada Tasman agar IUPHHKT-HTI dan RKT diterbitkan. “Pemberian gratifikasi jelas dilakukan perusahaan.”
Total wilayah konsesi 14 perusahaan itu 194 ribu ha hutan. Dari luas ini hutan gambut yang telah dihancurkan sekitar 100 ribu ha dan hutan alam dataran rendah seluas 30 ribu ha.
Jika SP3 dicabut dan penyidikan dilanjutkan, potensi hutan gambut Riau yang bisa diselamatkan 60 ribu ha.
Sebelumnya, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum telah menyurati Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk membuka kembali Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) 14 perusahaan kehutanan di Riau yang dinilai bertentangan dengan hukum.
Rusmadya Maharuddin, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan,  penyelamatan hutan hujan Indonesia melalui penegakan hukum seharusnya mampu melindungi kekayaan alam dan habitat satwa penting seperti harimau Sumatra, gajah Sumatra dan lain-lain.  Satwa langka itu kini terancam punah.
“Membongkar kembali kasus keterlibatan 14 perusahaan dapat mengembalikan harapan masyarakat pada keadilan hukum,” ucap Rusmadya.
Riau merupakan provinsi di mana dua perusahaan kayu raksasa dunia beroperasi yang menimbulkan kerusakan dan kehancuran hutan alam dan gambut. Dampak operasi perusahaan itu tidak hanya pada lingkungan juga menyebabkan kehilangan mata pencaharian bagi masyarakat di sekitar hutan.
Menurut Rusmadya,  sejumlah perusahaan global telah memutuskan kontrak dengan PT RAPP dan PT APP karena operasi perusahaan yang buruk.
“Mendorong penegakan hukum di sektor kehutanan bagian penting dari komitmen Presiden SBY mengurangi emisi dan memperkuat citra sektor ekonomi di Indonesia dan menyelamatkan hutan Indonesia dari kehancuran lebih lanjut.”

3.      Analisis

Kasus ini bukan merupakan kasus pertama yang pernah terjadi, bukan juga satu-satunya yang pernah kita dengar pada berbagai media. Banyak pejabat pemerintahan yang ikut serta dalam berbagai kegiatan bisnis yang pada akhirnya melakukan pelanggaran. Sekalipun nantinya kasus pelanggaran terungkap, namun nanti pada akhirnya akan tenggelam begitu saja. Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya. Namun kekayaan tersebut membutuhkan penanganan tenaga ahli untuk mengolahnya. Seharusnya pemerintah memberikan dukungan yang lebih lagi untuk rakyatnya agar menjadi tenaga terdidik yang mengerti bagaimana mengolah hasil alam ini dengan baik. Bukan hanya tau cara menggalinya, namun juga bagaimana cara untuk memeliharanya. Sumber daya alam merupakan sumber daya yang sifatnya terbatas, jika digunakan terus menerus tanpa memperhatikan keseimbangannya maka semuanya akan habis dalam waktu tertentu. Seharusnya pemerintah, terutama para pejabat dan petinggi pemerintahan memberikan contoh yang baik dalam hal ini. Dengan melakukan tindakan korupsi, memberikan lampu hijau atas pelanggaran yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan menerima suap bukankah hal ini melanggar etika? Saya rasa mereka tau dengan apa yang mereka lakukan. Sebelum mereka menjadi petinggi, tentunya mereka memperoleh pendidikan terlebih dahulu. Dengan begitu mereka pasti tau apa konsekuensi yang akan mereka dapatkan apabila melakukan tindakan pelanggaran.



4.      Referensi

http://dimasaldino2.blogspot.com/2013/11/pelanggaran-etika-bisnis.html
http://www.mongabay.co.id/2012/06/28/usut-kembali-kasus-14-perusahaan-hti-di-riau/#ixzz2KIwzN9JL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar