Senin, 25 November 2013

Contoh Konflik Etika

1.    Teori

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral. Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Dengan kata lain, etika bisnis ada untuk mengontrol bisnis agar tidak tamak.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sanksi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sanksi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis. Pertama, etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik dan etis.

2.    Kasus/Artikel

Ketika produk mie instan bernama Indomie pertama sekali diproduksi dan lalu dijual di berbagai  pasar dan toko kelontong, penulis sering mengkonsumsinya di campur telur ayam. Hampir setiap hari, terutama untuk sarapan (pagi) yang dimakan bersama nasi putih. Mulai dari rasa kari ayam, ayam bawang, soto medan dan sebagainya. 

Dan tidak pernah goyah, meski pernah beberapa orang rekan menasehati bahwa di samping mie-nya sendiri yang mengandung zat kimia (pengawet)  bumbunya juga ( katanya), terindikasi mengandung zat beracun yang cepat atau lambat dapat merusak sel-sel sensitif di dalam tubuh manusia. Bahkan, katanya,  bisa berakhir dengan kematian !.

Sama halnya dengan ketika isu produk ajinomoto, yang katanya jika terlampau banyak dikonsumsi, terutama pada masakan sayur-sayuran,  akan ”berbahaya” bagi kesehatan manusia. Ketika diisukan bahwa Indomie juga mengandung zat berbahaya bagi kesehatan,  secara spontan dan berseloroh penulis berkata : ”Jangankan makan indomie, minum air putih saja atau aqua , jika terlalu banyak  diminum bisa menimbulkan kematian. Karena perut kita akan kembung dan lalu meledak !”.

Buktinya, sampai tulisan ini dimuat harian ini, Puji Tuhan atau Syukur Alhamdulilah, bukan sesumbar, dan mudah-mudahan masih sehat walafiat, penulis tidak/belum  pernah merasakan kelainan seusai mengkonsumsi Indomie. 

Hanya saja , memang di dalam praktik, jika penulis sendiri yang memasak indomienya, biasanya (mungkin karena faktor psikologis ) mie-nya  oleh penulis direbus terlebih dahulu minimal dua kali. Tapi jika dibeli di rumah makan atau di warung-warung, tentu kalau kita minta untuk direbus dua kali, kita bisa kena damprat  pemilik warung , seraya (mungkin) berkata  : ”Yah  masak sendiri sajalah bang/mas, atau tidak usah belilah, dan ejekan lainnya.

3.    Analisis

Secara teoritis Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Kemudian etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
Dari kasus diatas maka terlihat jelas bahwa hanya karena kasus indomie, bisa menimbulkan konflik orang ke orang, orang ke organisasi, dan organisasi ke organisasi.
Orang ke orang adalah seperti yang saya contohkan diatas yaitu mie-nya  oleh penulis direbus terlebih dahulu minimal dua kali. Tapi jika dibeli di rumah makan atau di warung-warung, tentu kalau kita minta untuk direbus dua kali, kita bisa kena damprat  pemilik warung , seraya (mungkin) berkata  : ”Yah  masak sendiri sajalah bang/mas, atau tidak usah belilah, dan ejekan lainnya.
Kemudian jika orang ke organisasi yaitu dengan adanya komplaint oleh konsumen ke organisasi akibat dari kelakuan perusahaan, nah konflik antar organisasi sendiri itu terjadi antara perusahaan indomie dengan BPOM, badan yang mengawasi obat dan makanan di Indonesia.
Secara etika jelas itu suatu kebohongan publik dan suatu kecurangan, suatu tindakan yang dilarang oleh etika dan tidak diperbolehkan.


4.      Referensi

http://marlinanovita.blogspot.com/2011/10/kasus-konflik-antara-produsen-dan.html

http://emilyaputri.blogspot.com/2013/11/konflik-etika.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar